Opini
Oleh : Firmansyah Anwar
Masyarakat Musi Rawas
Penyelenggara Pilkada yang Profesional dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan terlaksananya Pilkada yang berkualitas, berintegritas, dan bermartabat.
Dapat diartikan, keberhasilan terlaksananya Pilkada yang baik sesuai keinginan masyarakat dan amanat undang undang,tak luput dari dimulai penyelenggara yang baik minimal penyelenggara yang mandiri, profesional, dan kredibel yang memahami dan memedomani peraturan.
Lalu apa jadinya?, jika awal pelaksanaan tahapan, dimulai dengan dugaan tidak profesionalnya KPU Musi Rawas dalam perekrutan badan adhoc yang notabene nantinya badan adhoc ini akan jadi ujung tombak terlaksananya Pilkada pada tingkat kecamatan dan desa/ kelurahan hingga pada setiap TPS.
Masih terngiang dalam ingatan, belum sampai sebulan lalu KPU Musi Rawas melaksanakan tahapan perekrutan badan adhoc PPK dan PPS. Namun seiring dengan itu, gencar pula isu diberbagai media dan perbincangan masyarakat bahwa untuk terpilih menjadi anggota PPK dan PPS di Musi Rawas diduga menggunakan mahar. Sebesar Rp 20 juta bahkan lebih untuk PPK, dan Rp 3 juta sampai Rp 5 juta untuk anggota PPS. Kemudian cucuk cabut pengumuman hasil seleksi yang diduga upaya untuk menyesuaikan yang terpilih sesuai “pesanan” dan keinginan oknum komisoner, serta peristiwa yang katanya salah input tidak memasukan calon anggota PPS yang semestinya masuk dalam Sembilan besar. Rentetan peristiwa diatas, disadari atau tidak, akan melahirkan Kesangsian masyarakat terhadap kualitas pelaksanaan Pilkada di Musi Rawas yang berimbas pada tahapan Pilkada berikutnya.
Timbul dalam benak masyarakat, apakah mungkin badan adhoc yang diduga dipungut mahar ini nantinya akan bekerja sesuai harapan dan amanat undang undang, tanpa berpikir upaya balik modal mahar yang dikeluarkan?. Kondisi inilah yang menimbulkan tingginya kesangsian masyarakat, karena independensi dan profesionalitas badan adhoc yang dipertaruhkan. Dikuatirkan nantinya akan ada upaya mengembalikan modal dengan ” menghalalkan” segala cara minimal melakukan pemotongan dana operasional, dan upaya upaya lain yang bertentangan dengan peraturan dan undang undang. Bahkan dikuatirkan nanti adanya keterlibatan penyelenggara yang berpihak pada salah satu calon atau jadi timses demi balik modal dan sedikit untung.
Kompetitif yang relatif tinggi pada seleksi badan adhoc di Musi Rawas ini yang tadinya diharapkan dapat menghasilkan badan adhoc yang professional dan berkualitas dalam menjalankan tugasnya, akan menjadi bias ketika seleksi yang diduga tidak didasari oleh tolak ukur kemampuan dan kualitas peserta, tetapi lebih didasari oleh ” Wani Piro” yang nantinya dikuatirkan berakibat terhadap rendahnya kualitas Pilkada.
Kesangsian ini juga menjadi semakin tinggi atas sikap Bawaslu Musi Rawas yang tadinya diharapkan mampu menjadi pengawas profesional jalannya tahapan Pilkada, malah terkesan tidak serius menanggapi dan seolah tak berdaya. Rentetan peristiwa dugaan ketidakprofesionalan KPU Musi Rawas dalam tahapan perekrutan badan adhoc ini sebagian dilaporkan masyarakat kepada Bawaslu Musi Rawas dengan harapan minimal dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tapi upaya untuk mendapatkan itu nampaknya kandas, ketika Bawaslu Musi Rawas disinyalir juga tak mampu menjalankan tugasnya, minimal transparansi hasil dari pemeriksaan dan sebagainya atas laporan masyarakat tersebut.Aktion Bawaslu Musi Rawas dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya Pilkada Musi Rawas ini terkesan masih nol besar. Harapan terakhir guna memastikan apakah komisoner KPU Musi Rawas ini bekerja sesuai aturan dan profesional dalam perekrutan badan adhoc, saat ini masih menanti hasil dari laporan masyarakat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Rangkaian peristiwa ini setidaknya masyarakat dapat mengukur tahapan Pilkada kedepannya, sejauhmana kemampuan KPU Musi Rawas dalam menjalankan Pilkada, serta Bawaslu Musi Rawas dalam melakukan pengawasan, mulai dari masa persiapan dan penetapan pemilih, sampai dengan masa pelantikan calon terpilih. Termasuk dalam kapasitas implementasi bagaimana KPU Musi Rawas mendistribusikan logistik Pemilukada secara cepat, akurat dan sesuai dengan waktu yang butuhkan. Kemudian dalam kapasitas administratifnya bagaimana nantinya kemampuan KPU Musi Rawas dalam memutakhirkan data pemilih, mengecek akurasi data kandidat kepala daerah, dan dalam menghitung perolehan suara dari masing-masing kandidat kepala daerah dalam Pilkada.
Disisi lain, Bawaslu Musi Rawas juga, dalam kapasitas administratifnya diukur dari kemampuannya melakukan pengawasan pengawasan terhadap jalannya tahapan Pilkada di Musi Rawas.
Harapan masyarakat tentunya jangan sampai KPU dan Bawaslu Musi Rawas ini nantinya seperti menjadi orang yang baru belajar menyelenggarakan Pemilu yang keprofesionalismenya melorot pada titik yang paling rendah yang justru melahirkan penyelenggaraan dan pelaksanaan Pilkada yang sarat dengan berbagai pelanggaran baik itu tindak pidana Pilkada, pelanggaran administrasi dan pelanggaran lainnya.
Sebagai masyarakat yang menginginkan Pilkada Musi Rawas sebagai sarana mewujudkan demokrasi yang akan melahirkan kepala daerah berkualitas sesuai pilihan masing masing, tentunya berharap agar Pilkada dapat berjalan demokratis dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang undangan.
Untuk menepis kesangsian ini diperlukan peran aktif masyarakat untuk terus melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap jalannya Pilkada di Musi Rawas, sehingga benar benar sesuai harapan masyarakat.(opini)